Sumber Youtube : TTKKDH Sinar Palembang, Lampung Selatan
Penca Cimande
Penelusuran
awal kelahiran ilmu silat (selanjutnya di sebut penca) Cimande di Tatar Sunda
masih dilingkupi misteri. Ini terjadi karena informasi peristiwa tesbut
nyaris tidak ada.Artinya informasi kepastian waktu lahirnya tidak ada, yang ada
adalah informasi-informasi yang bersifat oral history yang
terdiri dari berbagai versi pula. Bahkan yang menarik adalah di kalangan
warga Cimande (sebutan bagi mereka yang telah menjadi murid ataupun para
penerus aliran silat ini) sendiri terdapat perbedaan penafsiran tentang sosok
pencipta aliran penca ini. Ada yang menafsirkan bahwa sosok Ayah Kahir atau
Abah Kahir atau Embah Kohir adalah seorang laki-laki (sebagaimana umumnya
pengertian jawara, jagoan, pendekar dan sebagainya yang cenderung memilih
laki-laki sebagai gendernya) dan ada pula yang mengisahkan beliau adalah
seorang wanita yang disebut Mbah Khaer. Tetapi uniknya mereka semua
menginduk kepada sang pencipta penca Cimande yang telah dimakamkan di Tanah
Sereal Kabupaten Bogor. Setidaknya pada penelitian ini ada 3 versi tentang
awal mula lahirnya Cimande.Adapun versi-versi tersebut sebagi berikut :
Versi Gending Raspuzi (Pikiran Rakyat, 2002 : 17). Riwayat
sebelum mendirikan sebuah perguruan bernama Penca Cimande, Ayah
Kahirpernah tinggal dan mengajarkan ilmunya di kota Kabupaten Cianjur. Di
kota ini pada tahun 1770 ia menikahi seorang wanita setempat (nama ?) dan
bermukim di Kampung Kamurang, Desa Mande, Cianjur. Di kampung ini pula
Ayah Kahir mengajarkan maenpo atau penca kepada para pemuda setempat.
Ketenarannya
sebagai guru penca menyebabkan bupati Cianjur Aria Wiratanudatar IV atau Dalem
Cikundul (1776-1813) memintanya untuk mengajarkan maenpo kepada putera-putera
bupati, pegawai kabupaten dan para petugas keamanan. Tahun 1815, Ayah
Kahir ke Bogor dan menetap di Kampung Tarikolot, Desa Cimande Kecamatan
Caringin Kabupaten Bogor. Di Bogor ini pula ia meninggal dunia pada tahun
1825.
Versi Ensiklopedi Sunda (2000 : 217).Abah Kohir adalah
perintis dan penyebar Penca Cimande di Tatar Sunda pada abad XVIII. Beliau
dikabarkan berasal dari Kampung Talaga di Majalengka kemudian pindah dan
bermukim di Kampung Kamurang, Desa Mande, Kecamatan Cikalong Kulon, Kabupaten
Cianjur.
Sebelum
dikenal sebagai guru silat, Abah Kohir atau Embah Kohir terkenal sebagai ahli
kebatinan di kota Kabupaten Cianjur.Kepandaiannya bermain penca diketahui
melalui adu laga dengan seorang Cina yang berasal dari Makao yang mahir
beladiri Kuntao (salah satu jenis beladiri yang berasal dari dataran Tiongkok).
Dikisahkan
bahwa pada suatu hari ada orang Cina yang melanggar ketertiban umum, maka ia
kemudian ditangkap oleh petugas Kabupaten Cianjur. Dalam penangkapan itu,
orang Cina tersebut melakukan perlawanan, melecehkan petugas dan menantang adu
laga dengan siapa saja. Pada waktu itu petugas keamanan kewalahan dan
tidak bisa berbuat banyak.
Ayah
Kohir atau Embah Kohir kemudian diminta oleh bupati Cianjur untuk meladeni
tantangan orang Cina tersebut sekaligus menangkapnya. Ayah Kohir
menyanggupi permintaan bupati, maka dilakukanlah pertarungan di alun-alun
kabupaten disaksikan oleh bupati dan masyarakat kota Cianjur. Dalam
pertarungan itu, Ayah Kohir dapat mengalahkan orang Cina tersebut dan
menyerahkannya kepada bupati. Melihat keberhasilan itu, bupati kemudian
meminta Ayah Kohir untuk melatih penca para petugas keamanan Kabupaten Cianjur.
Dikisahkan
selanjutnya, beberapa waktu kemudian (?) di Kabupaten Bogor sedang terjadi
kerusuhan (?). Bupati Bogor (?) meminta kesediaan Ayah Kohir untuk
membantu memadamkan dan menumpas perusuh. Atas persetujuan bupati Cianjur,
Ayah Kohir kemudian ke Bogor dan kerusuhan dapat dipadamkan. Atas
keberhasilan ini beliau kemudian diminta mengajarkan penca kepada para petugas
keamanan. Selama di Bogor Ayah Kohir atau Embah Kohir bermukim di kampung
Tarikolot dekat Sungai Cimande, di sana ia mengajarkan penca kepada masyarakat
umum dan mendirikan perguruan Cimande. Perguruan kemudian diserahkan
kepada keturunannya (?) dan ilmu silat ini kemudian tersebar. Ayah Kohir
kemudian pindah dari Kampung Tarikolot ke kota Kabupaten Bogor ke suatu tempat
bernama Tanah Sereal dimana akhirnya beliau meninggal dunia di sana.
Dalam
kisah ini Mbah Khaer diriwayatkan sebagai seorang wanita yang mempunyai tugas
sebagaimana halnya seorang isteri yaitu mempersiapkan sarapan bagi suaminya.Sesampai
di rumah ternyata sang suami telah menunggu dengan muka marah, dan tanpa
bertanya apa-apa sang suami langsung menyerang isterinya. Sang suami
adalah salah seorang jawara dikampung tersebut yang pekerjaannya pergi malam
pulang pagi, sering mabuk-mabukan dan berjudi. Sedangkan sang istri adalah
seorang santri dan ibu rumah tangga.
Mendapat
serangan tiba-tiba dari suaminya, Mbah Khaer spontan berkelit mengikuti gerakan
monyet yang dilihatnya bertarung tadi. Penasaran dengan serangannya yang
gagal kembali sang suami menyerang dengan pukulan dan tendangan. Mbah
Khaer sambil menggendong boboko berisi beras terus berkelit
menghindari serangan suaminya tanpa sekalipun membalas meskipun selalu ada
kesempatan untuk itu. Apa yang dilihatnya di talang tadi
ternyata memberi ilham baginya untuk menghindar dan menangkis serangan sang
suami.
Sang
suami akhirnya menghentikan serangannya karena kelelahan ditambah rasa
penasaran akan kemampuan istrinya yang dapat dengan mudah menghindari semua
serangan-serangannya. Padahal ia terkenal sebagai seorang jawara di tempat
itu. Akhirnya ia mengaku takluk dan mengemukakan niat untuk mempelajari
jurus-jurus tersebut kepada istrinya. Singkat cerita sang istri kemudian
mengajarkan jurus-jurus tersebut dan sang suami adalah murid pertamanya.
Menurut
Agus Suganda nama murid pertama Embah Khaer adalah Ayah Kholiah yang berarti
juga adalah suaminya sendiri, nama ini terdapat dalam pertalekan Cimande pada
urutan kedua setelah nama Mbah Khaer. Dan peristiwa tersebut berlangsung
di Kampung Tarikolot dekat Sungai Cimande Kabupaten Bogor
Dari
ketiga versi di atas, tidak satupun yang memberikan informasi tentang awal
mula (secara absolut) lahirnya Penca Cimande, meskipun ketiganya mendukung
fakta bahwa Cimande dilahirkan di Kampung Tarikolot Desa Cimande Kecamatan
Caringin Kabupaten Bogor.Namun demikian pada informasi dari versi Gending
Raspuzi ada disebut angka tahun tentang perkawinan Ayah Kahir dengan wanita
asal Cianjur yaitu tahun 1770 (Abad XVIII), kemudian Ayah Kahir pindah ke
Kabupaten Bogor pada tahun 1815 dan mendirikan perguruan di Cimande di sana
dimana ia kemudian meninggal pada tahun 1825. Ini mengisyaratkan bahwa
waktu lahir Perguruan (Sunda = Paguron) Penca Cimande antara tahun
1815 sampai 1825, sehingga dapat ditarik suatu asumsi bahwa aliran penca
Cimande ditemukan dalam kurun waktu tersebut berdasarkan alasan bahwa sebuah
karya selalu lahir dalam kurun waktu kehidupan penciptanya.
Sumber
dari versi ketiga (Agus Suganda) juga tidak menyebut angka tahun bahkan
kisahnya mengarah pada Oral History(penyampaian cerita/kisah dari
mulut ke mulut) yang lebih bersifat dongeng dalam periwayatannya. Namun
pada versi ini dapat dilihat pola penemuan jurus-jurus Cimande dalam keadaan
tidak disengaja. Dalam teori Antropologi seperti yang dikemukakan oleh
Dixon yang dikutip oleh Prof. Harsojo (1982 : 177-178) bahwa tipe penemuan
seperti di atas disebut gejala discovery, yaitu suatu proses pra
penemuan yang memenuhi 3 hal yaitu kesempatan, pengamatan, penilaian dan
penghayalan. Disamping itu harus ada pula keinginan dan ada kebutuhan. Ketiga
hal dalam gejala discovery ini terbentuk dalam kisah Mbah Khaer dalam menemukan
jurus Cimande, yaitu adanya kesempatan yang tidak disengaja melihat pertarungan
seekor Harimau dengan seekor Kera.Dari pertarungan itu secara langsung
(otomatis terjadi pengamatan) dimana Mbah Khaer terus memperhatikan pertarungan
tersebut. Dalam hal penilaian dan penghayalan, bahwa manusia dianugrahi
memori untuk mengingat kejadian yang berkesan baginya, ini kemudian keluar
tanpa disadari (hal pertarungan tersebut) ketika Mbah Khaer diserang oleh
suaminya, dan pada saat inilah keinginan mengelak atau menghindari serangan
dari suaminya menjadi unsur kebutuhan Mbah Khaer.
Penemuan
discovery ini juga disebut penemuan secara kebetulan, dan memang penuturan Agus
Suganda tentang kisah Cimande berlangsung secara kebetulan, ini yang
membedakannya dengan invention atau penemuan sebagai suatu
hasil usaha yang sadar (Ibid : 177), sebab dari ketiga versi di atas tidak
satupun yang mengemukakan bahwa Ayah Kahir atau Abah Kohir atau Embah Kohir
atau Mbah Khaer pernah berguru kepada suatu perguruan silat sebelumnya. Informasi
dari Ensiklopedi Sunda bahwa Abah Kohir atau Embah Kohir sebelum dikenal
sebagai guru penca, beliau adalah seorang ahli kebatinan. Dapat
diinformasikan di sini bahwa untuk mengolah ilmu kebatinan tidak diperlukan
latihan silat, bahkan dalam kisah-kisah penemuan ilmu-ilmu yang bersifat
irrasional sering dilakukan sikap semedi (Jawa = tapa) dan olah
nafas yang tidak memerlukan gerakan-gerakan silat. Walaupun dimasa
sekarang ada perguruan yang telah memadukan keduanya artinya dalam gerakan
mengandung tenaga dalam atau tenaga inti. Tetapi untuk kasus Cimande,
penggunaan tenaga dalam menjadi bagian tersendiri yang berfungsi sebagai penunjang
gerakan silat. Itupun tidak dimiliki oleh semua murid Cimande tergantung
pada kematangan dan kesiapan sang murid.
Meskipun
keduanya berbeda dalam proses penemuannya, akan tetapi discovery dan invention
memenuhi kriteria sebagai unsur-unsur kebudayaan yang pernah diketemukan untuk
pertama kali dan dipergunakan untuk pertama kali di dalam masyarakat tertentu
(Ibid:). Dari ketiga versi di atas semuanya mengemukakan bahwa aliran
silat (penca) Cimande ditemukan pertama kali dan dikembangkan oleh Ayah Kahir
atau Abah Kohir atau Embah Kohir atau Mbah Khaer, dan berlangsung pertama kali
di Tatar Sunda atau di Tanah Pasundan dalam hal iniKampung Tarikolot, Desa
Cimande, Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor.
TTKKDH
Dalam
perkembangan aliran penca Cimande yaitu setelah para murid menyelesaikan
pendidikan di Bogor, mereka kemudian menyebar dan ada yang kembali ke daerah
asal mereka masing-masing. Embah Buyah salah seorang murid Embah Main
(dalam pertalekan berada di posisi 5 dan 6, tentang urutan ini lihat Bab IV)
kemudian kembali ke Kampung Oteng di Kecamatan Warunggunung Kabupaten Lebak,
selanjutnya melakukan petualangan ke daerah Lampung Peristiwa ini
diperkirakan berlangsung dalam tahun 1948.
Embah
Buya yang orang asli Kabupaten Lebak, sebelum berguru kepada Embah Main
berprofesi sebagai pedagang tembakau yang menjual dagangannya ke Karawang. Di
Karawang Embah Buya kemudian menikah dengan wanita Karawang bernama Asten yang
juga adalah murid Cimande Mbah Main atau dikalangan warga Cimande (sebutan bagi
murid Cimande) disebut Ibu Asten (wawancara dengan Agus Suganda) atau Embah
Dosol (wawancara dengan Bapak Husin dan Bapak Ahmad Fatoni). Embah Buyah
menerima pendidikan penca Cimande dari Embah Main yang mendirikan pusat
pelatihan di kebun jeruk beliau di sebelah hilir, dimana Embah
Main memiliki 2 buah kebun jeruk satu di girangsatunya di hilir. Sebutan
girang dan hilir merujuk pada posisi suatu tempat yang berada pada posisi di
atas dan di bawah. Jadi kebun jeruk hilir adalah menunjukkan letak kebun
tersebut di posisi lebih rendah dari kebun jeruk lainnya.
Embah
Buyah kemudian melanjutkan pengembangan penca Cimande di Lampung dengan membuka
paguron yang menerima murid khusus orang-orang Jawa. Penerimaan murid
dari kalangan orang Jawa dilatarbelakangi suatu kisah seperti yang dituturkan
oleh Agus Suganda bahwa suatu waktu ada orang Melayu Lampung berniat berguru
kepada beliau, ternyata kemudian si orang Melayu tersebut hanya ingin menguji
kemampuan Embah Buyah. Embah Buyah tidak menyenangi hal itu sehingga
beliau kemudian mengusir orang tersebut bahkan kemudian beliau menyatakan tidak
akan mau menerima orang Melayu yang berasal dari Lampung.
Paguron
Cimande Embah Buyah di Lampung kemudian diberi nama Tjimande Tarikolot Kebon
Djeruk Hilir. Tampaknya Embah Buyah memberi nama paguronnya didasari tanda
bakti beliau kepada pendiri dan guru penca beliau, dimana pendiri penca Cimande
yaitu Embah Khaer mendapatkan ilmu silatnya di Kampung Tarikolot dekat Sungai
Cimande, kemudian penamaan Kebon Djeruk Hilir mengadopsi nama tempat Embah
Buyah menerima ilmu penca Cimande dari Embah Main, gurunya. Tahun 1951
dibuatlah suatu aturan hukum yang sifatnya mengikat kepada seluruh warga TTKKDH
yang disebut pertalekan Cimande(tentang pertalekan ini, lihat Bab
IV). Tujuannya adalah sebagai pengarah tertulis bagi murid sekaligus
penjaga nama baik bagi TTKKDH itu sendiri. Pada tahun 1953, Embah Buyah kembali
ke Kampung Oteng dan mendirikan paguron TTKKDH di sana. Meski tidak
diperoleh informasi kapan Embah Buyah meninggal dunia, namun TTKKDH terus
berkembang sepeninggal beliau.Murid-muridnya meneruskan tradisi dan paguron
TTKKDH dan sejak ditangani oleh Embah Ranggawulung nama TTKKDH melekat sampai
sekarang pada perguruan silat Cimande ini.
Sumber
lain memberikan informasi tentang TTKKDH adalah bahwa penamaan Tjimande Tari
Kolot Kebon Djeruk Hilir mengandung maksud semacam falsafah bagi setiap warga
Cimande.Tjimande mengandung 2 pengertian yaitu kata Tji dalam
bahasa Sunda berarti air dan mandeberarti suci. Tari dikonotasikan
dengan tanya atau pertanyaan. Kolot mengandung makna sesepuh atau orang yang
dituakan ada juga yang mengartikan sebagai kata kesti atau
membudayakan kebenaran. Kebon adalah suatu lahan pekerjaan untuk
mendapatkan hasil yang halal atau bermakna wadah untuk mencapai keselamatan. Djeruk
diartikan sesuai bentuk dan rasanya yaitu bentuk besar berarti manis, bulat
berarti bersatu dalam satu wadah, dan kulitnya yang terasa pahit diartikan
sebagai barang yang tidak bermanfaat. Hilir mengandung makna harus selalu
merendahkan hati tidak sombong dan mengalah untuk menang, hilir yang berposisi
di bawah juga diartikan sebagai tempat menampung apa saja kemudian
disaring dan mengambil yang bermanfaat. Hilirpun juga diartikan
penyelesaian masalah dengan musyawarah (Wawancara dengan A. Ridwan, tanggal 11
Juli 2002). Dari uraian di atas, maka Tjimande Tari Kolot Kebon Djeruk
Hilir secara luas mempunyai pengertian : Dalam kehidupan selalulah berusaha
mendapatkan sesuatu dari pekerjaan yang halal, dan jika menghadapi suatu
masalah selesaikan dengan musyawarah atau meminta bimbingan kepada sesepuh atau
orang yang mengerti permasalahan tersebut serta seyogyanya untuk selalu
bantu-membantu (gotong royong) dalam melaksanakan kepentingan bersama. Pengertian
di atas menempatkan TTKKDH sebagai alat pemersatu dengan misi utama (lihat
pertalekan Bab IV) menghindarkan diri dari perbuatan-perbuatan yang merugikan
individu maupun masyarakat.
TTKKDH
juga memiliki ciri khas lain yaitu adanya prinsip “jika terpegang, kita
memegang”.Paguron Cimande lainnya (disebut Cimande Girang) memilki prinsip lain
yaitu “bila terpegang menyerang”. Prinsip TTKKDH lainnya adalah di setiap
latihan selalu ada nyala lampu (pelita), ini dijadikan syarat pelatihan yang
juga mengikuti perbuatan Embah Khaer ketika ia pegi ke tepi sungai Cimande. Oleh
karena itu awal latihan Cimande bagi murid baru selalu dimulai pada malam hari
terutama Kamis malam.
Jurus-jurus Penca Cimande dan
TTKKDH
Dalam
riwayat lahirnya Penca Cimande dikisahkan bahwa Embah Khaer mengadopsi gerakan
tarung dua ekor binatang yaitu Harimau dan Kera. Menurut penuturan Agus
Suganda, pada awal pelatihan atau sebelum terbentuknya TTKKDH belum ada istilah
jurus-jurus Cimande, bahkan paguron resmi bernama Cimande pun belum ada, yang
ada adalah jurus pamacan dan pamonyet yaitu pengembangan gerakan jurus
serang-elak (istilah Agus Suganda timpa-buang)yang berasal dari
tingkah kedua binatang tersebut.
Setelah
terjadi perkembangan yaitu setelah masyarakat menerima penca Cimande ini,
terjadilah persebaran ke seluruh Jawa Barat dan Banten kemudian menyebar ke
seluruh Indonesia. Dari segi teknik, jurus-jurus Cimande ada yang
mengalami perubahan baik berupa penambahan ataupun perampingan, namun demikian
perubahan tersebut tidak sampai menghilangkan esensi jurus dalam Cimande.
Gending
Raspuzi mengemukakan bahwa secara umum pola dasar Penca Cimande menggunakan
sistem perkelahian jarak jauh, yaitu mengambil jarak sepanjang langkah kaki dan
sejauh ujung tangan dari lawan.Kegunaannya adalah menghindari serangan lawan.
Adapun secara garis besar teknik Penca Cimande terdiri dari buang
kelid, jurus pepedangan, dan tepak selancar (PR, Loc.Cit).Jurus
buang kelid merupakan kumpulan teknik pertahanan yang dilanjutkan dengan
serangan, maksudnya adalah diharapkan murid dapat menguasai beberapa teknik
yang menjadi dasar pengembangan naluri manusia untuk membela diri. Pepedangan
yaitu latihan penggunaan senjata dengan memakai sepotong bambu berukuran ± 40 cm atau disesuaikan dengan pemakainya,
maksudnya adalah selain untuk belajar menguasai beragam jenis senjata juga
melatih kelincahan kaki dalam melangkah maupun perubahan posisi kuda-kuda. Adapun
tepak selancar adalah aspek seni dalam Penca Cimande yang berupa ibing atau
tarian yang diambil dari beberapa jurus buang kelid (Ibid).Adapun maksud tepak
selancar ini adalah bahwa Penca Cimande tidak semata-mata mengajarkan ilmu bela
diri tetapi juga sekaligus memperlihatkan aspek keindahan suatu seni bela diri
melalui pertunjukan tarian Cimande.
Pada
TTKKDH, jurus-jurus Cimande disusun secara berurut dengan jumlah gerak jurus 19
buah dan 1 jurus tanpa gerak atau “rahasia” atau aya wenangan (Agus
Suganda). Diantara kesembilan belas jurus TTKKDH tersebut adalah Kelid
Gede, Kelid Leutik, Po Jero, Po Luar, Selut, Timpa Sebelah, Gojrok, Getrak
Luhur, Getrak Handap, Kepretan, dan Guntingan. Adapun jurus ke
duapuluh atau jurus rahasia tersebut disebut demikian karena sifatnya lebih
mengarah kepada aspek kerohanian yaitu kematangan seorang murid Cimande
menyebabkan ia mampu mengendalikan diri atau bersifat seperti padi.Artinya
jurus terakhir ini dikembalikan kepada sang murid sendiri untuk mencapai dan
mengolahnya, sepanjang tidak bertentangan dengan Talek Cimande.
Perkembangan TTKKDH
Sejak
didirikan pada tahun 1953, TTKKDH wilayah Kabupaten Lebak terus mengalami
perkembangan demikian pesat sampai saat ini.Kemudian meskipun tidak ada
kepastian tentang jumlah muridnya, namun sepanjang pengamatan penulis baik
ketika penulis masih berstatus sebagai tenaga SP3K di Kecamatan Cimarga
Kabupaten Lebak (1995-1997) dan ketika penelitian ini laksanakan (2002), jumlah
murid TTKKDH cenderung mengalami penambahan. Hal ini terjadi karena TTKKDH
memiliki pola perekrutan murid baru yang cukup unik yaitu pada saat acara keceran sering
ditampilkan atraksi berupa ibingan atau igelan yaitu
pergelaran tarian silat yang diiringi musik tradisional. Dan meskipun
sederhana, alat-alat musik yang terdiri dari gendang, terompet, dan gong mampu
memukau penonton ditambah atraksi tarung silat yang diperagakan jawara-jawara
TTKKDH. Dari kondisi ini kemudian menimbulkan daya tarik bagi penonton
yang belum menjadi warga TTKKDH. Agus Suganda menyebutkan setiap bulan ada
sekitar 3 sampai 5 orang yang masuk menjadi murid diluar keluarga para jawara
TTKKDH. Oleh karena itu sangatlah sulit untuk mencatat jumlah pasti
murid-murid tersebut, sebab disetiap desa sebagai wilayah ranting TTKKDH di
Kabupaten Lebak selalu ada beberapa keluarga TTKKDH yang artinya selain orang
tuanya, anak-anaknya juga menjadi murid TTKKDH, dan Agus Suganda menjamin
mereka bisa ditampilkan kapan saja. Tampaknya regerasi penurunan ilmu
Cimande versi TTKKDH terus berjalan sampai saat ini.
Dalam
perkembangannya Cimande yang dulu diklaim sebagai milik etnis Sunda (Jawa
Barat dan Banten) kemudian menasionalisasikan diri dengan melakukan persebaran
ke hampir seluruh wilayah Indonesia. Mbah Buyah yang menerima Cimande dari
Mbah Main di Karawang melanjutkan pengembangan dengan mendirikan TTKKDH justru
di luar wilayah Jawa Barat dan Banten yaitu di Lampung yang dikenal sebagai
daerah orang-orang Melayu. Lebih jauh dari itu pencak Cimande tidak hanya
berada di Indonesia, mancanegara juga turut mengembangkannya dengan memakai
pelatih-pelatih dari aliran Cimande Indonesia seperti Perguruan Pajajaran
Nasional yang didirikan oleh Sidik Sakabrata di Belanda atau Perguruan Pencak
Silat Mande Muda yang didirikan oleh Herman Suwanda di Amerika Serikat. ini
mengindikasikan bahwa budaya leluhur bangsa Indonesia tersebut diterima
berbagai pihak dan berbagai kalangan.
TTKKDH
tidak pernah melakukan promosi khusus untuk menerima murid baru, mereka para
calon murid datang sendiri kemudian diperlihatkan Talek Cimande dan
diberikan pengarahan seperlunya tentang TTKKDH, setelah itu keputusannya
diserahkan kembali kepada mereka apakah tetap mau masuk menjadi murid atau
tidak. Demikian ungkapan Agus Suganda tentang pola perekrutan murid bagi
TTKKDH.Biasanya setelah diberikan informasi mereka menyatakan persetujuannya,
lanjutnya. Ini berbeda dengan beberapa perguruan silat lain yang melakukan
promosi secara langsung untuk menerima murid baru, misalnya perguruan Santria
Nusantara (perguruan ini lebih mengarah kepada teknik penyaluran dan
pemanfaatan nafas terutama untuk pengobatan, tetapi dimasukkan sebagai anggota
IPSI) yang secara berkala melakukan promosi melalui berbagai media. Bagi
TTKKDH calon murid tidak perlu dipanggil, mereka akan datang sendiri untuk
berlatih setelah persayaratan disetujui. Jadi sifatnya adalah kesiapan
calon murid diutamakan sedangkan kesiapan pelatih selalu tersedia. Ini
dimungkinkan sebab pelatihan TTKKDH berlangsung di malam hari dimana biasanya
jawara TTKKDH melakukan aktiftas rutin di siang hari dan pada malam harinya
mereka beristirahat jika sedang tidak berlatih. Apalagi bila tiba malam
Jumat (Kamis malam) yang merupakan malam wajib latih bagi murid TTKKDH.
Adapun
mengenai jumlah murid TTKKDH sampai dengan tahun 2002, Agus Suganda menyebutnya
“sangat sulit dihitung”. Ini terjadi karena selain tersebar mereka rata-rata
terdiri dari kaum keluarga, meskipun beberapa diantaranya berasal dari
lingkungan luar keluarga. Bukan berarti tidak ada catatan tentang sang
calon murid, sebab sebelum resmi menjadi murid, calon murid diharuskan mengisi
semacam formulir yang sebenarnya adalah biodata.Tujuannya adalah untuk
mengetahui data diri murid tersebut. Alasan penggunaan biodata ini lebih
bersifat informal yaitu untuk kebutuhan sang pelatih sendiri bahwa dia telah
mengajar simurid. Bagi sang murid boidata tersebut dapat menjadi
bukti bahwa dia juga warga TTKKDH yang mendapat pengajaran dari gurunya
tersebut.
Pada
saat ini pusat TTKKDH yang berada di kota Serang telah membuat kartu anggota
mempunyai masa waktu 2 tahun, tetapi belum semua murid TTKKDH mendapatkan
fasilitas tersebut. Penggunaan masa berlaku kartu 2 tahun mengandung
maksud bahwa dalam masa tersebut sang murid atau warga TTKKDH belum melanggar Talek
Cimande. Juga menjadi pertimbangan (semacam ikatan waktu meskipun
dibuat selonggar-longgarnya) bagi murid TTKKDH untuk beralih perguruan atau
keluar sama sekali.Namun demikian mengurut dari isi Pertalekan Cimande sepanjang
tidak melakukan pelanggaran, maka yang bersangkutan tetap menjadi murid TTKKDH
sekalipun tidak pernah lagi melakukan latihan.
Dampak yang Ditimbulkan
Aktifitas
dalam kehidupan manusia selalu berhubungan dengan hukum kausal yaitu sesuatu
yang bersebab dan akhirnya berakibat. Demikian pula TTKKDH. Menjadi
murid TTKKDH adalah suatu kebanggaan karena selain memiliki ilmu beladiri,
secara tidak langsung juga menjalin hubungan secara luas dari berbagai latar
belakang. Di sisi lain TTKKDH menjadi wadah pemersatu bagi murid-murinya
yang berasal dari beragam identitas dan intensitas.
Dampak
lain yang dirasakan adalah terciptanya jiwa mandiri dan berani mempertahankan
yang hak. Seorang jawara memang dituntut untuk percaya diri pada kemampuan
dari sendiri sebatas kesanggupan yang dimilikinya.
UPACARA DI LINGKUNGAN TTKKDH
Pertalekan TTKKDH
Setiap
perguruan silat mempunyai kode etik yaitu semacam hukum perguruan yang wajib
dipatuhi oleh para warganya. Kode etik tersebut sifatnya mengikat dimana
pelanggaran terhadap kode etik ini akan menyebabkan si pelanggar akan terkena
sanksi seperti dikeluarkan dari perguruan, tidak dibenarkan menggunakan atribut
perguruan lagi, bahkan jika sipelanggar ternyata tidak perduli terhadap hukum
perguruannya dimana setelah diberi hukuman masih melakukan pelanggaran lagi,
terkadang sang guru atau murid yang dipercaya terpaksa turun tangan
menyelesaikan masalah dengan cara menantang sipelanggar adu ilmu dengan tujuan
membuatnya jera.
Demikianlah
TTKKDH juga memiliki kode etik atau hukum tersendiri yang disebut Talek Cimande
dan diberlakukan kepada seluruh warga perguruan dimanapun berada sepanjang
masih hidup di dunia dan masih mengakui Talek Cimande merupakan pengisi dan
pengekang hawa nafsu dan sifat-sifat yang dapat merugikan semua pihak. Ada
sebuah pertanyaan tentang pengguanaan kata Cimande pada pertalekan iniyaitu
mengapa digunakan kata “Cimande” dan bukan TTKKDH. Beberapa alasan dapat
menjadi jawaban bagi pertanyaan tersebut diantaranya timbulnya rasa kekaguman
maupun tanda bakti kepada asal-usul TTKKDH sehingga dalam talek ini disebut
Cimande. Selain itu TTKKDH memang merupakan turunan ilmu silat Cimande
sebagai dampak dari perkembangan dan persebaran ilmu silat ini yang dilakukan
oleh murid-muridnya.Penggunaan tersebut juga sekaligus memperlihatkan sebuah
pengakuan bagi TTKKDH yang tetap mengakui Cimande sebagai induknya dan menjadi
identitas secara umum dalam warga Cimande. Adapun isi pertalekan TTKKDH
tersebut adalah sebagai berikut :
Asyhadu
Anlaailaha Illallaah, Waasyhadu Anna Muhammadarrasuulullaah
PERTALEKAN
SILAT CIMANDE
1. Kedah patuh
sareng taat ka Ibu Bapak, ka guru-guru, karatu, khususna Allah S.W.T sareng Rasulullah
S.A.W.
2. Kedah
sanggup bagai siswa Cimande ngalaksanakeun sholat lima waktu termasuk sunah
Nabi.
3. Teu kenging
miheulaan, tapi oge teu kenging kapiheulaan.
4. Teu kenging
ujub, ria, takabur, atanapi sum’ah.
5. Teu kenging
nyela, nyaci-nyaci kana kaulinan batur pencak nu sanes golongan Cimande.
6. Teu kenging
bohong, nipu, lecor tina jangji kasaha bae.
7. Teu kenging
ngulinan pamajikan batur, teu aya kacualina, keur sanaos lengoh (ka istri
lengoh) oge anu sifatna ngalanggar tina kahormatan nah eta teu kenging.
8. Teu kenging
nikah ka tilas dulur sapelajaran silat Cimande, upami teu aya musyawarah ti
payun.
9. Teu kenging
ngalanggar M7, sapartos : Maen, Maling, Minum-minuman, Mangani, Madon, Madat,
Mateni.
10. Teu
kenging latihan wengi Saptu sareng dintena, wengi Senen sareng dintena.
11. Kedah
uninga kana asal usulna anu ngagaduhan silat ieu nyaeta :
1. Embah Khohir 5. Embah Main
2.Hayah Kholiah 6. Embah Buyah di
Simpang Martapura
3. Hayah Khursi 7. Embah
Ranggawulung (di Tari Kolot Cimande)
4.Embah Endut 8. Embah Rd. H. Ace
(di Tari Kolot Cimande)
12. Maksud
guna silat Cimande ieu kanggo ngajagi Lima Bagian nyaeta:
1.
Jiwa
2.
Agama Islam
3.
Kaluarga
4.
Harta
5.
Nagara upami diparyogikeun
13. Silat
Cimande ieu pantang mundur sanaos sajungkal beas.
14. Kedah
uninga kawajiban bagi para siswa Silat Cimande diwajibkeun setiap wengi Jum’at
ngayakeun rurujakan (selametan), urutan, tanpa batas, oge upami tos kenging 7 Jum’at
ti ngawitan lebet kedah diayakeun syukuran. Oge perlu kauninga setiap
wengi Jum’at dina setiap sasih Mulud wajib dikeceran (dipeureuh) sataun sakali.
15. Perlu
kauninga Silat Cimande ieu teu ngagaduhan peupeuhan, tonjokan, sepakan sareng
sajabina anu sifatna pikeun nganiaya kasasama kacuali Cindekna “Tak
akan menyerang tapi bila diserang”.
16. Saparangosna
lebet kana Silat Cimande kedah leres-leres ngajagi nama baik Cimande, kalayan
urang kedahna handap asor, sopan santun ngahadapkeun diri kasaha bae, keur
sanaos urang dihina basa anatapi diciduhan sakali dua kali mas usap bae nanging
upami langkung ti kitu eta penghinaan the ku urang kedah dihindarkeun sesuai
sareng anu tilu bagian dihandap ieu :
1. Hutang
kedah enggal mayar
2. Nambut
kedah enggal mulangkeun
3. Jangji
kedah tepat.
17. Saparantosna
lebet kana Silat Cimande kedah leres-leres ngangkeun dulur saibu sabapak.Hal
ieu anu cocok pisan sareng sabda Nabi anu pihartoseunnana kirang langkung kieu
: Karunya kadiri dulur the kedah karunya sapartos kadiri urang sorangan.
18. Perhatosan
: Sanggup atanapi keunteu mentaati Talek anu kasebat diluhur bieu?
19. Sangsi-sangsi :
Upami salah sahiji anggota pelajar Silat
Cimande ngalanggar tina salah sahijina Talek anu kasebat diluhhur bieu maka
Pelatih teu tanggung jawab.
20. Sakitu
pertalekan Silat Cimande sebagai garis ageungna pamugi diamalkeun
sakumaha anu dimaksad diluhur bieu kalayan Talek anu ieu tos disahkaeun ku para
sesepuh Silat Cimande.
21. Talek ieu
disusun tur disebar luaskeun kapara pelajar Silat Cimande di seluruh tanah air.
1. Jawa Barat 7. Tanjung
Pinang (Riau)
2. Jawa Tengah 8. Timor
Timur
3. Jawa Timur 9. Jambi
4. Sumatera Selatan 10. Padang
5. Kalimantan Barat 11. Sulawesi
6. Kalimantan Tengah
Dari tanggal : 1 Januari 1951
Oleh Abah : Madtaris bin
Abdullah Jln. Toplas Cibuah Desa Baros
Kec. Warungggunung Kab. Lebak
Sumber : Arsip Agus
Suganda
Terjemahan :
Aku
bersaksi bahwa tiada Tuhan yang patut disembah selain Allah
dan
Aku bersaksi bahwa Muhammad itu pesuruh Allah
KODE ETIK (IKRAR) SILAT CIMANDE
1. Harus patuh
dan taat kepada ibu, bapak, guru-guru, para pemimpin khususnya kepada allah
S.W.T dan Rasulullah Muhammad S.A.W.
2. Harus sanggup
bagi murid Cimande untuk melaksanakan shalat 5 waktu termasuk sunah-sunah nabi.
3. Tidak boleh
mendahului, tetapi juga tidak boleh didahului.
4. Tidak boleh
bangga diri, sombong, takabur, ataupun sum’ah.
5. Tidak boleh
mencela dan mencaci-maki permainan silat di luar Cimande.
6. Tidak boleh
berbohong, menipu, dan ingkar janji kepada siapapun juga.
7. Tidak boleh
mengganggu isteri orang, tanpa kecuali termasuk wanita yang telah
menyendiri atau yang masih gadis dan segala yang sifatnya melanggar kehormatan
wanita.
8. Tidak boleh
menikahi bekas isteri seperguruan silat Cimande, apabila tidak ada
musyawarah sebelumnya.
9. Tidak boleh
melanggar M7, seperti : main judi, mencuri, mabuk-mabukan, memakan hak orang
lain, main perempuan tanpa hak, mengisap ganja (narkoba), dan membunuh manusia.
10. Tidak boleh
latihan pada Jumat malam dan hari sabtu, Minggu malam dan hari Senin.
11. Harus ingat
kepada leluhur yang merintis dan menciptakan silat ini yaitu :
1. Embah Khohir 5. Embah Main
2.Hayah Kholiah 6. Embah Buyah di
Simpang Martapura
3. Hayah Khursi 7. Embah
Ranggawulung (di Tari Kolot Cimande)
4.Embah Endut 8. Embah Rd. H. Ace
(di Tari Kolot Cimande)
12. Maksud
kegunaan silat Cimande adalah untuk menjaga 5 bagian yaitu :
1. Jiwa
2. Agama
3. Keluarga
4. Harta
5. Negara bila diperlukan
13 Silat Cimande
ini pantang mundur walaupun sejarah sebutir beras.
14. Harus ingat
kewajiban bagi seluruh siswa Cimande yaitu bahwa setiap malam Jumat (Kamis
malam) diwajibkan melaksanakan acara selamatan dan urutan (mengurut kedua
lengan) tanpa batas waktu. Juga apabila telah sampai 7 Jumat sejak dari
awal menjadi warga Cimande, harus melaksanakan acara syukuran. Juga perlu
diperhatikan setiap malam Jumat dalam bulan Maulud (bulan Rabiul Awwal) wajib
di peureuh diteteskan setahun sekali.
15. Perlu
diperhatikan silat Cimande tidak mempunyai pukulan, tinju, tendangan dan semua yang
bersifat dapat menganiaya kepada sesama (manusia), kecuali berpegang pada
prinsip tidak akan menyerang sebelum diserang.
16. Sesudah
menjadi warga silat Cimande harus/wajib menjaga nama baik Cimande, demikian
pula harus bersikap rendah hati, sopan santun bila berhadapan dengan siapapun,
meskipun kita dihina dengan kata-kata bahkan diludahi sekali-dua kali cukup
diusap/dibersihkan saja. Tetapi bila lebih dari itu maka penghinaan
tersebut harus ditolak dengan 3 prinsip sebagai berikut :
1. Berhutang harus cepat dilunasi
2. Meminjam harus segera dikembalikan
3. Berjanji harus ditepati.
17. Setelah
menjadi warga silat Cimande, benar-benar menganggap warga Cimande lainnya
seperti saudara seibu sebapak. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi (Muhammad
S.A. W) yang berbunyi “Sayang dan perhatian kepada saudara seperti sayang dan
perhatian kepada diri sendiri.
18. Perhatian : Sanggup
atau tidak mentaati kode etik yang telah disebutkan di atas.
19. Sanksi : Apabila
salah seorang anggota melanggar salah satu butir kode etik di atas, maka
pelatih tidak bertanggung jawab.
20. Demikian
garis besar kode etik silat Cimande iini, semoga diamalkan semua yang tersebut
di atas. Kode etik ini telah disahkan oleh para sesepuh silat Cimande.
21. Kode etik ini
disusun dan disebarluaskan ke seluruh tanah air, yaitu di ;
1. Jawa Barat 2. Jawa Tengah 3.
Jawa Timur
4. Sumatera Selatan 5. Kalimantan
Barat 6. Kalimantan Tengah
7. Tanjungpinang 8. Timor Timur 9.
Jambi
10. Padang 11.
Sulawesi
Dari tanggal : 1
Januari 1951
Oleh Abah :Madtaris
bin Abdullah
Jln. Toplas Cibuah
Desa Baros
Kec. Warungggunung
Kab. Lebak
Analisis
Pertalekan
Talek
Cimande merupakan pengisi dan pengekang hawa nafsu dan sifat-sifat yang dapat
merugikan semua pihak. Hal ini karena penca Cimande bukan bertujuan
menguasai dan berkuasa atas manusia lainnya. Kemudian apabila diperhatikan
keseluruhan susunan pertalekan penca Cimande terdapat 2 unsur yang digabungkan
menjadi satu yaitu kewajiban menjalankan syiar agama Islam, darma bakti kepada
perguruan. Di samping itu terdapat 4 bagian yang digabungkan menjadi
satu untain yaitu :
1. Berhubungan dengan ajaran Agama Islam
yaitu pada nomor urut 1,2,5,6,7,dan 9.
2. Berhubungan dengan ajaran
perguruan yaitu pada nomor urut 2,3,8,10,11,12,13,14,15,16,17,dan 18.
3. Berhubungan dengan ketentuan
hukum perguruan pada nomor urut 19.
4. Penutup dan ketentuan tambahan
masing-masing pada nomor urut 20 dan 21.
Pada
poin yang mengandung ajaran suatu agama memperlihatkan indikasi bahwa TTKKDH
berafiliasi kepada agama Islam. Pembuka pertalekan ini yang berupa bacaan
dua kalimat syahadat mensyaratkan bahwa warga TTKKDH harus beragama Islam,
sebab kedua kalimat syahadat merupakan tanda bagi seseorang yang memeluk agama
tersebut. Ini kemudian diperkuat dengan poin 1 dan 2 pertalekan Cimande
yaitu kewajiban untuk patuh kepada perintah dan larangan Allah S.W.T, dengan
bercermin kepada perilaku Nabi Muhammad S.A.W. serta menunaikan kewajiban
selaku umat umat Islam yaitu melaksanakan sholat 5 waktu.Dengan demikian TTKKDH
mempunyai misi pengembangan ajaran Islam. Oleh karena itu itu bagi pemeluk
agama lain menjadi faktor penghambat untuk menjadi murid TTKKDH, sekaligus
memberi suatu tanda bahwa murid-murid TTKKDH berlatar belakang agama Islam.
Setiap
perguruan silat juga mengatur sikap dan membentuk kepribadian bagi
murid-muridnya. TTKKDH menjunjung tinggi aturan-aturan sikap hidup sosial
dengan menonjolkan nilai-nilai solidaritas atau azas kebersamaan.Nilai-nilai
solidaritas itu tercermin pada ketentuan dalam pertalekan bahwa warga TTKKDH
dilarang menghina, mengumbar kata dan perbuatan tercela kepada kepada
perguruan-perguruan silat lainnya. Dalam hal azas kebersamaan TTKKDH
mengedepankan sikap jujur dan terbuka guna menghindarkan diri dari sikap
sombong, takabur, dan sikap arogan lainnya yang cenderung meremehkan orang
lain.
Menarik
juga diperhatikan adanya ketentuan dalam TTKKDH yang memuat aturan bahwa bekas
isteri kawan seperguruan tidak dapat dinikahi oleh murid TTKKDH lainnya apabila
sebelumnya tidak ada musyawarah dengan bekas suaminya. Ini tampaknya
mengandung pengertian bahwa murid-murid TTKKDH tetap memberikan perlindungan
kepada bekas isterinya disamping adanya musyawarah dimaksudkan untuk mengetahui
adakah upaya-upaya dari bekas sang suami untuk merujuk bekas isterinya.TTKKDH
juga meninggikan derajat dan kehormatan kaum wanita baik itu wanita yang masih
berstatus gadis, pernah bersuami maupun yang masih berstatus bersuami,
ketiganya pantang diganggu.
Hal
lain yang menjadi pesan dan hukum bagi warga TTKKDH adalah tidak
diperkenankannya melakukan latihan pada Jumat malam (malam Sabtu) dan hari
Sabtunya serta pada Minggu malam (malam Senin) dan hari Seninnya dengan
ketetapan batas waktu antara saat masuk waktu Maghrib hari Jumat sampai dengan
Maghrib hari Sabtu dan Maghrib hari Minggu sampai Maghrib hari Senin. Pemberlakuan
waktu yang pernah dialami oleh Mbah Buyah yang nyaris mengalami musibah pada
waktu-waktu tersebut, sehingga kepada murid dan penerus TTKKDH diwajibkan
mentaati ketentuan untuk tidak latihan pada waktu-waktu tersebut.
Dalam
pertalekan terdapat keharusan untuk mengenang para pendiri dan leluhur Cimande
dan TTKKDH termasuk kepada pelatih yang telah meninggal dunia. Dalam
pertalekan tersebut bagi TTKKDH diwajibkan menyebut nama Embah Kohir sampai
Embah Buyah (susunannya lihat pertelekan Cimande) terutama pada acara keceran dan peureuhan,
setelah itu kepada murid-murid lainnya diharuskan menambah nama pelatihnya yang
telah meninggal dunia. Tujuannya adalah menaruh rasa hormat kepada
para mendiang atas usaha beliau mewariskan Cimande dan TTKKDH kepada
murid-muridnya. Oleh karena itu terdapat beberapa perbedaan nama yang
disebut oleh murid TTKKDH sesuai dengan siapa pelatihnya.
Upacara dan Kelengkapan
Pelaksanaan
upacara yang berkaitan dengan aktifitas dalam kehidupan manusia merupakan wujud
pengakuan manusia akan keterbatasannya yang ditempuh melalui ungkapan rasa syukur
atau adanya harapan-harapan tertentu dengan cara berdoa. Dalam upacara
sering digunakan simbol-simbol tertentu yang disesuaikan dengan latar belakang
budaya masyarakat pendukungnya.
Dalam
pertalekan Cimande ada 2 ketentuan yang menjadi syarat bagi warga Cimande untuk
melakukan upacara. Ketentuan tersebut tertulis pada poin 11 yang berbunyi
: “harus ingat kepada leluhur yang merintis dan menciptakan silat Cimande”, dan
poin 14 yang berbunyi : “harus ingat kewajiban bagi seluruh siswa Cimande yaitu
bahwa setiap malam Jumat (Kamis malam) diwajibkan melaksanakan acara selamatan
dan urutan (mengurut kedua lengan) tanpa batas waktu. Juga apabila telah
sampai 7 Jumat sejak dari awal menjadi warga Cimande, harus melaksanakan acara
syukuran. Juga perlu diperhatikan setiap malam Jumat dalam bulan Maulud
(bulan Rabiul Awwal) wajib di peureuhditeteskan setahun sekali.
Dengan
demikian jelaslah bahwa upacara di lingkungan warga TTKKDH yang disebut keceranmenjadi
unsur wajib selama yang bersangkutan masih mengaku sebagai murid
TTKKDH.Pengertian murid di sini adalah mereka yang telah menjalani pelatihan
penca Cimande di TTKKDH sekalipun telah berstatus sebagai pelatih. Adapun
perlengkapan upacara tersebut terdiri dari:
1. Air dalam
wadah berisi 7 jenis kembang
2. Kelapa muda,
air dan isinya
3. Selasih
4. Tembakau yang
terdiri dari bubuk tembakau, cerutu, sirih, rokok kawung, rokok merek
Marchbrand atau Warning. Juga bisa ditambahkan dengan rokok merek lain
yang ada pada saat itu diantaranya rokok merek Dji Sam Soe, Gudang Garam,
Djarum dan sebagainya.
5. Permen dan
roti
6. Rujak pisang
7. Minuman
terdiri dari Susu, Kopi manis dan pahit.
8. Aseman berupa
perasan air jeruk yang ditambahkan air secukupnya.
9. Nasi tumpeng
dan kelengkapannya
10. Minyak rambut
dari jenis jelly kental seperti merek Santalia atau Tancho, yang berguna untuk
melicinkan lengan pada proses pengurutan.
11. Pedupaan yang
terdiri dari kemenyan dan kapas. Kapas digunakan untuk menambah asap, sedangkan
kemenyan untuk mengharumkan.
Sedangkan bagi calon siswa selain persyaratan di atas
juga diharuskan membawa ayam 1 ekor, ayam ini nantinya dipanggang. Agus
Suganda mengemukakan bahwa kesemua perlengkapan upacara tersebut hanya menjadi
syarat untuk mengingat makan dan minuman kesukaan leluhur dan sesudah upacara
dilaksanakan, maka bahan makanan dan minuman dapat dimakan dan minum
bersama.Kemudian untuk tidak memberatkan maka pengadaan perlengkapan tersebut
disesuaikan dengan kondisi keuangan sang murid/calon murid.
Upacara keceran harus
dilaksanakan pada malam Jumat (Kamis malam) dan tidak dibatasi tempatnya,
biasanya di rumah pelatih atau di rumah murid lainnya. Upacara ini biasanya
dihadiri oleh para murid, beberapa orang pelatih dan tamu undangan lainnya. Bagi
yang mampu dapat juga mengadakan pertunjukan ibinganpada saat keceran tersebut.
Bagi murid baru menjadi kewajiban untuk melaksanakannya selama 7 malam Jumat
berturut-turut tanpa putus, dan bagi murid lainnya dapat melakukannya sebulan
sekali atau semampunya (lebih sering lebih baik) yang penting harus
dilaksanakan pada malam Jumat. Selain keceranjuga ada upacara
lainnya yang disebut peureuhanyang dilaksanakan setahun sekali.
Setelah
perlengkapan upacara tersedia, acara dibuka dengan urutan sebagai berikut :
1. Dimulai dengan
doa dan puji-pujian kepada Allah S.W.T dan salawat bagi Nabi Muhammad S.A.W.
2. Sekapur siri
dari tuan rumah atau orang yang dituakan.
3. Khadarat mengirimkan
doa bagi leluhur dan orang tua masing-masing.
4. Pemberian
sambutan yang berisi riwayat TTKKDH dan wejangan atau nasehat lainnya.
5. Tawassul yaitu
mengirimkan amaliah Surah Alfatihah masing-masing kepada para sahabat Nabi
Muhammad S.A.W., para wali Allah, para ulama, keluarga kesultanan Banten dan
para leluhur TTKKDH serta kepada para orang tua yang telah meninggal dunia.
6. Kiriman
Salawat kepada Nabi Muhammad S.A.W.
7. Pembacaan
surah-surah pendek seperti Al Ikhlas, Al Falaq, Annas, Al Fatihah, Al Baqarah
(ayat 1- 10), Ayat Kursi, Ayat-ayat terakhir Surah Al Baqarah, tambahan ayat
lainnya, istigfar, sahadat tauhid (ini dilakukan berulang-ulang) lalu
dilanjutkan dengan 2 kalimat sahadat dan diakhiri dengan doa.
Sesudah acara di atas dilaksanakan, dilanjutkan dengan
santapan bersama sebagai wujud rasa syukur kepada Allah atas nikmat yang telah
diberikan. Setelah beristirahat sejenak dilanjutkan lagi dengan urutan
(jika ada murid baru maka dia didahulukan) yaitu mengurut kedua lengan yang
telah dibalur dengan minyak rambut. Adapun yang melakukan pengurutan
adalah para senior dengan ketentuan sipengurut harus menguasai bacaan-bacaan
tertentu (dirahasiakan) sebelum mengurut. Sementara pengurutan
berlangsung, murid lainnya yang menanti giliran diurut melakukan latihan yang
disebut buka kelid yaitu latihan tarung berpasangan
menggunakan jurus-jurus yang diajarkan. Pada kesempatan ini pula murid
baru mulai diajarkan jurus-jurus Cimande oleh pelatih atau seniornya.
Hal
yang paling disenangi oleh murid TTKKDH adalah pengurutan dan latihan
pengembangan jurus, dan bagi murid baru pengurutan memberi kesan tersendiri
semacam “derita kebahagiaan”.
P E N U T U P
Simpulan
Adanya
dua versi tentang sosok pendiri Penca Cimande merupakan kekayaan interpretasi
alam pikiran murid-murid Cimande sebagai wujud kekaguman dan rasa hormat kepada
leluhur yang kemudian diimplementasikan kedalam pertalekan Cimande. Ayah
Kahir, Abah Kahir, Embah Kahir ataupun Embah Khaer adalah satu sosok penemu dan
pengembang silat Cimande secara otodidak.Beliau dapat menjadi salah satu contoh
bahwa warga negara Indonesia apabila diberi kesempatan untuk mengembangkan
potensi dirinya akan mampu mengangkat nama Indonesia sebagai wujud kebangggaan
nasional maupun internasional.
Sebagai
sebuah perguruan yangmenasionalisasikan diri (melepaskan diri dari kukungan
etnis tertentu), TTKKDH langsung mendapat simpati dan kemudahan dalam
persebarannya dimana ajaran aliran silat ini yang mengedepankan kejujuran dan
kerendahan hati (handap asor) tetapi memiliki kekuatan, sanggup
mempersatukan berbagai latar belakang kehidupan sosial masyarakat. Dan
bila pertalekan benar-benar diamalkan, maka beberapa penyakit masyarakat dapat
dicegah seperti penggunaan obat obat terlarang (narkoba), kejahatan dalam
masyarakat (mencuri, mabuk-mabukan, memakan hak orang lain, main perempuan, dan
membunuh) termasuk penyalahgunaan kekuasaan dan korupsi.
Saran
Sebagai
sebuah organisasi sebaiknya TTKKDH melakukan inventarisasi kepada
murid-muridnya . Tujuannya adalah memperoleh data konkrit tentang jumlah
murid-murid TTKKDH diseluruh Indonesia serta mempermudah dalam rangka pembinaan
dan pengawasan apabila dikuatirkan ada unsur-unsur yang mengarah kepada
penyelewengan pertalekan maupun teknik pada jurus-jurus TTKKDH.
Kendala
yang dihadapi berupa kekurangan dana operasional (malah disebutkan nyaris tidak
ada) dapat diantisipasi dengan memberlakukan iuran rutin yang disesuaikan
dengan kemampuan tiap ranting di seluruh Indonesia.
Pemerintah
daerah Kabupaten Lebak selaku pembina aktifitas kebudayaan masyarakat sudah
waktunya untuk mengangkat TTKKDH sebagai salah satu aset untuk peningkatan PAD
(Pendapatan Asli Daerah) dengan gencar melakukan pagelaran-pagelaran silat
untuk tujuan promosi wisata.
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Gottschalk, Louis.
1986.
Understanding History : A Primer of
Historical Method, atau Mengerti Sejarah, terj.
Nugroho Notosusanto, Cet. V. Jakarta : UI-Press.
Harsodjo, 1982.
Pengatar Antropologi. Cet. IV, Bandung : Binacipta.
Kartodirdjo, Sartono.
1984.
Pemberontakan
Petani Banten 1888. Jakarta : Pustaka Jaya.
Rosidi, Ajip. dkk.,
2000.
Ensiklopedi Sunda. Jakarta : PT. dunia Pustaka,
Satjadibrata, R.,
1954.
Kamus Basa Sunda. Jakarta : Perpustakaan Perguruan Kementrian PP dan
K.
Sediyawati, Edi.
1995/1996.
Kumpulan Makalah Direktur Jenderal
Kebudayaan (1993-1995), Jakarta : Depdikbud.
Shahab, Alwi, 2001.
Robinhood Betawi. Cet .II. Jakarta : Republika.
Tim Penyusun Kamus. 1990.
Kamus
Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai
Pustaka.
Surat
Kabar
Harian Umum Pikiran Rakyat, Edisi Kamis
2 Mei 2002. Bandung : PT.Percetakan Offset “Granesia”.
DAFTAR INFORMAN
1. Nama : Agus
Suganda
Umur : 54
tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
Pendidikan : SLTA
Alamat : Kampung
Cilaki, Desa Margajaya Kec. Cimarga Kabupaten Lebak
2. Nama : Ahmad
Fathoni
Umur : 51
tahun
Pekerjaan : Tani
Pendidikan : SR
Alamat : Kampung
Bojong, Desa Margaluyu, Kecamatan Cimarga Kabupaten Lebak
3. Nama : Husni
Umur : 60
tahun
Pekerjaan : Tani
Pendidikan : SR
Alamat : Kampung
Jahe, Desa Margaluyu, Kecamatan Cimarga, Kabupaten Lebak
4. Nama : A.
Ridwan (Bapak Idom)
Umur : 61
tahun
Pekerjaan : Tani
Pendidikan : SRB
Alamat : Kampung
Bojong, Desa Margaluyu, Kecamatan Cimarga Kabupaten Lebak
Tulisan ini adalah penggalan dari
tulisan yang berjudul sama dan telah diterbitkan dalam bentuk Jurnal Penelitian
oleh BKSNT Bandung tahun 2002.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar